Sunday, July 21, 2013

Kita Semua Harus Hi-tech



Teknologi telah banyak memudahkan manusia dalam berbagai hal. Sebut saja mengetik, dulu kita semua harus mengetik dengan mesin tik ber-keyboard super keras, mengganti pita, dan juga menggeser-geser letak kertas. Belum lagi ketika salah ketik, mungkin kita terpaksa mengetik ulang dari awal. Berbeda dengan zaman modern, kini kita dapat mengetik dengan komputer--program MsWord--di mana kita tak perlu lagi takut akan salah ketik, juga bebas memilih beragam ukuran, warna, serta jenis font, dan ratusan menu lainnya.

Kita semua harus hi-tech, tak peduli pria, wanita, muda dan tua. Berdasarkan apa yang terlihat, terkadang mungkin banyak di antara masyarakat kita  kesulitan mengoperasikan barang-barang teknologi, dan umumnya dengan alasan yang klasik, yakni sudah tua--di atas empat puluh tahun, lima puluh tahun, enam puluh tahun--atau karena berjenis kelamin perempuan, seolah kalau perempuan itu sudah ditakdirkan tidak lebih hi-tech dari pria. Padahal, asumsi tersebut jelas tidak benar.

Penulis memiliki beberapa cerita menarik. Penulis akan terlebih dulu bercerita tentang cerita yang pernah dibaca beberapa tahun lalu.

Ada seorang pemuda, ketika ia kebetulan bertandang ke rumah kerabatnya yang dipanggil tante, ia melihat tante itu sedang ber-chatting ria di depan komputer. Dalam hati, ia merasa salut dengan tante itu. Hatinya sedikit tergerak juga untuk mengajari ibunya.

Pemuda itu berpikir, alangkah baiknya seandainya ibunya juga dapat chatting seperti si tante. Tapi apa yang terjadi?! Ternyata ini benar-benar bukan sebuah cerita motivasi! Di akhir tulisan itu, si penulis menuliskan ia tak jadi mengajari ibunya. Lho, kok? Alasannya?

Hmm... Pemuda itu menuliskan sederet alasan yang intinya meremehkan ibu sendiri; tidak pintar, mustahil mampu menguasai teknologi, dan hanya buang-buang waktunya saja.

Dari cerita itu penulis berpikir, oh, pantas saja ibu pemuda itu tak se-hi-tech tante yang dijumpainya, karena belum apa-apa saja pemuda itu sudah meremehkan ibunya, bahkan tidak coba memberikan kesempatan. Ironisnya, justru memublikasikan 'kebodohan' ibu sendiri di dunia maya.

Padahal, usia tak menjadi hambatan siapa pun untuk belajar mengoperasikan teknologi. Penulis mengenal banyak lansia yang sangat hi-tech bermain FB, Twitter, dan lainnya. Bahkan, ada lagi yang tidak sekadar mampu mengoperasikan Opera Mini--aplikasi browser untuk ponsel--tetapi juga mampu memodifikasi tampilan Opera Mini itu, seperti mengubah splash screen, atau foto-foto pada speed dial. Jujur, itu tidak tergolong pekerjaan mudah!

Sedikit cerita tentang mama penulis, yang di usianya yang telah mencapai kepala enam, masih mampu mengoperasikan BB, FB, dan juga Wechat. Berkat mengenal teknologi jugalah, Mama kini dapat kembali saling sapa serta kirim-kiriman foto dan audio dengan kerabat kami yang tinggal di Tiongkok. Padahal, sebelumnya kami dan kerabat itu bahkan bisa dikatakan sudah nyaris putus kontak.

Soal perempuan yang 'ditakdirkan' gaptek, jelas penulis juga tidak setuju. Buktinya?! Tak perlu banyak cerita, dan ini fakta, bahwa editor yang selama ini telah membantu proses penerbitan buku-buku penulis yang bertemakan komputer/internet adalah seorang perempuan!

Jadi, kesimpulannya, tak ada seorang pun di antara kita yang memiliki alasan untuk berstatus gaptek. Kuncinya adalah kita semua harus belajar mengenal teknologi. Percayalah, teknologi akan membuat hidupmu lebih berwarna. Akan ada banyak kegembiraan serta peluang baru yang diperoleh. Semoga!

2L, 2013

No comments:

Post a Comment